JUNG WOOSEOK as face claim. Solely for roleplaying written by #различный. All illustrations are AI-generated and non-commercial. Kutaragi Dio’s tattoo features a tribal pattern that intertwines root-like lines with mystical Onmyōdō patterns.
Open via desktop for better experience.

| Basic Information | |
|---|---|
| Birth Name | Kutaragi Mirai (久多良木未来) |
| Current Name | Kutaragi Dio (久多良木出陽) |
| Nick Name | Kutaragi, Dio, Diocchi, Iocchi |
| Birth Place | Kyoto |
| Birth Date | July, 11th 2008 |
| Nationality | Japanese |
| Sex | Male |
| Sexuality | Straight |
| Occupation | Mahoutokoro Student |
| House | Yamiyo |
| Blood Type | AB |
| Height | 192 cm |
| MBTI | ENTP |
| Zodiac Sign | Cancer |

| Strength | Weakness |
|---|---|
| Pemikir yang Mendalam. Dio memiliki cara berpikir yang tajam dan cenderung menganalisis situasi secara mendalam. Hal ini membuatnya unggul dalam menyelesaikan teka-teki atau menghadapi persoalan kompleks. | Menyembunyikan Ekspresi Emosinya. Di depan publik, Dio sering terlihat dingin dan kurang ekspresif. Namun, di hadapan orang terdekat, ia bisa jauh lebih terbuka dan ekspresif—kontras yang kadang membingungkan orang lain. |
| Adaptif di Situasi Baru. Rasa ingin tahu Dio yang besar, ditambah sikapnya yang tenang, membuatnya mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan baru yang asing, seperti dunia magis Mahoutokoro. Ia lebih memilih untuk mengamati dan belajar daripada merasa kewalahan. | Overthinker karena Trauma. Bukan sifat alaminya, tetapi luka masa lalu membuat Dio kadang terjebak dalam pemikiran berlebihan. Ia cenderung membayangkan skenario terburuk sebagai bentuk antisipasi. |
| Berpikir Logis di Saat Genting. Meskipun sering impulsif, Dio mampu mengambil keputusan logis dan rasional ketika berada dalam situasi krisis. Hal ini membuatnya tetap tenang saat menghadapi keadaan darurat. | Menjaga Jarak di Awal Interaksi. Dio bukan tipe yang canggung secara sosial, tetapi ia memilih untuk menjaga jarak di awal. Setelah merasa cocok, ia bisa sangat luwes dan bahkan provokatif dalam interaksi. |
| Mandiri namun Butuh Sparring Partner. Dio lebih suka mencari solusi sendiri daripada bergantung penuh pada orang lain. Namun, ide-idenya sering berkembang lebih tajam ketika ia punya lawan diskusi untuk memantulkan pikirannya. | Sulit Menyesuaikan dengan Struktur yang Kaku. Sebagai pribadi dengan keinginan untuk eksplorasi dan fleksibilitas, Dio sering merasa kesulitan dengan aturan ketat atau rutinitas yang monoton, seperti ritual magis tertentu di Mahoutokoro. |
| Punya Kapasitas Emosional yang Dalam. Meski terlihat logis, Dio memiliki kepedulian yang mendalam, terutama terhadap orang-orang terdekat seperti Hikari. Emosinya menjadi salah satu motivasi terbesar dalam hidupnya. | Cenderung Mengisolasi Diri Saat Tertekan. Meski biasanya ekstrovert, Dio bisa menutup diri terlalu lama ketika dihantui trauma atau rasa bersalah. Hal ini membuatnya enggan menerima dukungan yang sebenarnya ia butuhkan. |
| Berani Menghadapi Otoritas. Dio tidak segan untuk bersikap sinis atau provokatif terhadap orang yang menurutnya angkuh atau sewenang-wenang. Sifat ini membuatnya mampu menantang otoritas yang tidak adil, sekaligus membuka ruang bagi orang lain untuk berani bersuara. | Cenderung Menimbulkan Konflik. Sikap provokatif Dio yang muncul ketika menghadapi orang angkuh sering kali memperkeruh keadaan. Meskipun niatnya menantang ketidakadilan, ucapannya bisa dianggap menyinggung dan berujung pada perselisihan yang tidak selalu perlu. |

Sangat membenci teh, terutama teh hijau, karena mengingatkannya pada kakaknya.
Sebelum masuk Mahoutokoro, rutin berdoa untuk mendiang kakaknya setiap tiga bulan di kuil.
Menghindari perempuan berwajah manis karena mengingatkannya pada kakaknya.
Tidak suka disentuh dan terobsesi menjadi seekor burung.
Hampir tidak bisa makan tanpa nori.
Sering salah menyebut hijau sebagai biru akibat kebiasaan keluarga di Kyoto.
Memiliki cincin berukir nama kakaknya dan dirinya sendiri.
Alergi serbuk bunga dan debu.
Daya tahan fisiknya kuat; mampu berlari 10 km tanpa henti.
Ahli memanah dan bela diri, dengan refleks yang sangat baik.
Sangat pembersih; tidak bisa tidur jika kamarnya berantakan.
Suka mengamati bintang untuk menenangkan pikiran.
Lebih nyaman bekerja di balik layar daripada menjadi pusat perhatian.
Mengoleksi benda-benda unik seperti batu atau kayu dengan pola menarik.
Memiliki tato tribal di lengan kiri dan belakang telinga kanan hingga leher.
Kadang menyendiri untuk merokok atau minum alkohol.
Pendengarannya tajam; sensitif terhadap suara tinggi tapi menikmati bunyi alam.
Dio adalah penggemar berat musik dengan genre berisik, terutama lagu-lagu dengan ritme yang intens dan lirik mendalam.
Meski memiliki sensitivitas tinggi terhadap suara, dia menemukan kenyamanan dalam pola dan struktur musik yang berisik.

Kutaragi Hikari tumbuh sebagai anak tunggal di keluarga kaya pemilik jaringan penginapan tradisional. Dari luar, hidupnya tampak sempurna. Namun lahir dengan kondisi berbeda membuatnya terjebak dalam dunia yang sunyi.Kebahagiaan baru hadir saat seorang adik laki-laki lahir pada 11 Juli di saat ia berusia empat tahun. Bayi itu diberi nama Kutaragi Mirai. Hikari menyambutnya dengan sukacita. Selama ini ia sering berdoa agar tidak lagi menjadi anak tunggal—dan kini doanya terkabul.⸻“Aneue, ayo ikut Mirai main di luar! Mirai bosan bermain di dalam rumah terus. Kenapa Aneue selalu duduk di kursi itu? Mirai ingin bermain bersama Aneue seperti teman-teman lain!”Hikari hanya bisa tersenyum. Ia tahu Mirai masih terlalu kecil untuk memahami. Sejak berusia sepuluh tahun, dokter sudah memvonis bahwa kanker tulang akan merenggut hidupnya lebih cepat dari yang diharapkan. Semua pengobatan hanya memperpanjang waktu, bukan menyembuhkan.“Micchan kalau sudah besar ingin jadi apa?” tanya Hikari.“Mirai ingin jadi Pangeran dan hidup dengan Aneue selamanya!” Mata bocah itu berbinar penuh ketulusan.“Begitu ya? Bagaimana kalau Aneue tidak bisa menemani selamanya?”Wajah ceria itu langsung muram. “Tidak mau! Pokoknya tidak mau kalau tanpa Aneue!”Hikari kembali tersenyum, menyembunyikan kesedihan yang dalam. “Aneue pun ingin, andai saja boleh.”⸻Dalam tradisi keluarga Kutaragi, anak yang menginjak usia dua belas tahun wajib mengikuti upacara teh sakral—ritual penanda kedewasaan dan penerimaan resmi ke dalam garis keturunan. Syarat mutlaknya jelas, semua gerakan harus dilakukan dengan tangan dan kaki sendiri, tanpa alat bantu.Itu berarti Hikari, yang terikat kursi roda, mustahil melakukannya.“Aneue, biar Mirai saja yang menggantikan Aneue!” seru bocah delapan tahun itu dengan keras kepala.“Micchan masih terlalu kecil,” lirih Hikari.“Tidak apa-apa! Mirai bisa! Kalau Aneue tak bisa, biarkan Mirai melakukannya!”Tindakan penuh cinta itu, alih-alih mendatangkan haru, justru dipandang sebagai aib. Keluarga besar berbisik di balik kipas, pewaris cacat, adik lancang. Rasa malu itu ditimpakan pada Hikari—dan pada Mirai yang hanya ingin melindungi.⸻Dan akhirnya tragedi itu datang. Mirai menutup diri di kamar berhari-hari, menolak makan, larut dalam kesedihan. Hikari telah tiada. Satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya meninggalkan dunia.Yang lebih kejam, Hikari sebenarnya masih mungkin bertahan lebih lama. Namun Makoto dan Yumeko, orang tua mereka, terjerat rasa malu serta hasutan keluarga besar. Dalam diam, mereka melakukan ritual terlarang dengan harapan memulihkan Hikari—ritual yang justru merenggut hidupnya lebih cepat.Kebenaran itu tidak pernah dijelaskan. Mirai hanya menangkap potongan bisik-bisik, cukup untuk menyadari ada kegelapan yang disembunyikan. Namun makna penuh tetap kabur, terkunci dalam bayang-bayang keluarga.⸻Atas desakan nenek yang masih menyayanginya, Mirai dipindahkan ke Yokohama untuk tinggal bersama paman dan bibi. Secara resmi, alasannya demi “pendidikan yang lebih baik.” Namun bagi neneknya, itu adalah cara melindungi cucu dari orang tua yang sudah terlalu jauh melangkah.Sejak kecil, neneknya pula yang menato tubuh Mirai dengan simbol-simbol pelindung, agar ia tidak terjerat lonjakan energi gelap. Bagi Mirai, tato itu hanyalah tanda aneh tanpa makna. Ia tidak pernah tahu bahwa keluarganya adalah keturunan onmyōji—penyihir eksorsis yang menyamarkan praktik mereka lewat ritual teh dan bisnis penginapan tradisional.Nama “Mirai” yang berarti masa depan, terasa seperti ejekan—seolah dunia menuntutnya melangkah ke depan, padahal ia terperangkap di bayangan masa lalu. Pada suatu malam, ia memberanikan diri bicara dengan neneknya, meminta izin untuk meninggalkan nama itu. Dengan tatapan penuh pengertian, sang nenek mengangguk. Maka ia memilih nama baru. Kutaragi Dio, pohon abadi yang melahirkan matahari. Bagi orang luar, itu hanya perubahan kecil. Bagi Dio, itu pengakuan. Ia bukan lagi “masa depan” yang hancur, melainkan seseorang yang harus menciptakan fajar sendiri dari kegelapan.⸻Kehidupan di Yokohama tidak mudah. Paman dan bibi tidak memberinya apa-apa secara cuma-cuma. Dio harus bekerja sebagai kurir, menjaga anak tetangga, hingga pekerjaan kecil lain untuk sekadar makan. Ia jarang mengeluh, hanya ingin bertahan.Namun suatu hari, ia menemukan sepucuk surat lama dari Hikari. Isinya samar, tetapi jelas diarahkan padanya: pesan tentang “jalan yang harus kau pilih nanti,” dan tentang “kebenaran keluarga yang tak pernah terucapkan.”Surat itu menjadi pemicu. Dari situlah Dio akhirnya menerima undangan masuk ke Mahoutokoro. Ia tidak pernah tahu dirinya penyihir—menganggap tato warisan neneknya hanyalah hiasan, dan ritual teh keluarganya sekadar budaya tua. Tapi surat itu menyalakan rasa ingin tahu, apa sebenarnya yang terjadi pada Hikari?